Mang Asep
Saya dulu, mencari nafkah dengan menebang pohon, kayunya saya jual untuk kayu bakar. Saat itu kayu bakar sangat dibutuhkan oleh banyak orang.
Namun hidup saya tidak tenang, karena kayu yang saya tebang bukan milik saya. Rasa gundah ini terus menerus datang dan pergi mengganggu hati saya.
Ditahun 2006 saya mulai menanam kopi, ada program dari pemerintah. Namun hati saya belum bulat, masih setengah hati, profesi lama saya masih saya lanjutkan, menebang pohon untuk kayu bakar.
Di tahun 2010, saya bertemu dengan SundaHejo KlasikBeans, saat itu tiba-tiba saya sadar, bahwa sebab hati gundah dan rejeki yang tidak bermanfaat adalah karena pohon-pohon yang saya tebang belum selesai tugasnya mengikat tanah air. Sehingga ekosistem terganggu. Serangga lebih banyak, burung hilang, akibatnya banyak penyakit (hama) di kebun-kebun. Air pun debitnya menyusut.
Setalah mengerti ekosistem, saya menyesal, namun saya mencoba membayarnya dengan membulatkan tekad 'berhenti menebang dan mulai menanam'. Menanam kopi talun (agroforest)
Tanpa terasa, hidup yang damai, ternyata membawa rejeki yang bermanfaat. Anak-anak saya berhasil kuliah, namun mereka kembali ke kampung, tidak bekerja di kota.
Anak saya yang paling kecil juga ikut Sekolah Reforestasi KlasikBeans angkatan pertama tahun 2021.
Harapan saya sederhana,
agar kebun kopi talun yang menjaga ekosistem ini, terus terawat dan panjang usianya.
Longsor pun, menjauh dari desa kami, desa patrol garut
Kommentare